out of reach

osamu miya

writen by sunflowinter ©2022

.

itu adalah hari yang dingin dan cerah di bulan april, dan jam menunjukkan pukul tiga belas. matahari bersinar, tidak memiliki alternatif, tidak ada yang baru.

osamu miya yang baru berusia 18 tahun sejak 2 hari lalu, duduk di pelataran depan rumah. sepotong onigiri memenuhi mulut hingga pipinya semakin kelihatan tumpah ruah.

beberapa detik setelahnya, bibirnya mengulas senyum. buru-buru dia menghabiskan sisa makanan kemudian mengulurkan tangan kanan ke udara untuk menerima setangkai bunga kamomil dari seekor burung kenari biru yang belakangan selalu menemaninya setiap siang.

paruhnya yang kecil mencapit ujung batang kamomil dengan hati-hati, lalu melepaskannya untuk diberikan pada osamu.

“terima kasih. sekarang bunga yang kamu kasih udah ada 18, sama kayak umurku. aku simpen di kamarku—enggak kok, nggak bakal ketauan atsumu.” osamu mengangkat telunjuk tangan kiri untuk membiarkan burung itu bertengger di telunjuknya. “gimana kalau kamu kukasih nama? karna kamu biru… aku namain blue.”

blue langsung memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri seolah setuju. osamu tersenyum bahagia meski mulutnya belepotan nasi bekas onigiri.

sudah hampir 2 minggu blue mampir ke depan rumah keluarga miya. hewan itu selalu lari bila atsumu mendekatinnya, tapi tidak jika osamu yang melakukannya. atsumu sempat marah dan bertekad menangkap blue untuk digoreng (tentu saja dia hanya melebih-lebihkan, tapi tetap saja osamu ngeri!).

untunglah atsumu sering disibukkan dengan ekskul voli di sekolah, jadi osamu tidak perlu waswas lagi dan sebenarnya dia heran kenapa blue hanya tidak takut padanya? bahkan, blue selalu memberi setangkai bunga kamomil tiap mereka bertemu. osamu bingung darimana blue mendapatkan bunga secantik itu?

“blue, sejak atsumu dipanggil buat pelatihan camp di tokyo, kami jadi jarang ngobrol kayak biasanya.” osamu menghela napas berat. “aku nggak masalah sendirian. aku cuman ngerasa, atsumu lebih peduli tentang voli dibanding aku.”

blue mengedipkan mata beberapa kali.

“iya kan? dia emang si paling anak voli.”

kini blue mengepakkan sayap untuk terbang dan berpindah hinggap di kepala osamu.

anak lelaki itu terkikik. “blue, aku mau jadi temen kamu. aku mau sering-sering main sama kamu. aku pengen pelihara kamu di rumah tapi takut digangguin atsumu. gimana ya caranya?”

jujur saja, ini adalah waktu terlama blue menghampiri osamu. biasanya, blue hanya akan memberi kamomil dan menunggu osamu pulang sekolah, setelah itu segera pergi entah ke mana.

blue hanya bersuit-suit yang mana osamu tidak mengerti maksudnya tapi dia berusaha semaksimal mungkin untuk mempelajari bahasa burung secara autodidak. “apa? kamu mau makan? kamu sukanya apa?”

percuma saja. osamu masih tidak paham. tapi dia tiba-tiba berdiri dan membuat blue kaget dan refleks terbang.

“tunggu di sini. aku carikan makanan,” kata osamu sembari berlarian ke dalam rumah.

setelah dijelaskan pada bunda, beliau memberi osamu sepotong roti susu dan air mineral dalam mangkuk kecil. dengan semangat osamu kembali ke luar dan menebar pandangannya ke sekeliling.

blue sudah tidak ada di sana.

“yaaah pergi lagi.” osamu menatap roti dan airnya dengan hambar, namun matanya tetiba menangkap sebuah lipatan kertas yang tergeletak sembarangan di atas rumput.

“kayaknya tadi nggak ada ginian di sini,” desisnya sembari meraih benda itu.

di sana, hanya tertulis beberapa kalimat dengan tinta biru yang membuat hati osamu langsung bergejolak.

thanks for giving me a name.


osamu terus bertanya-tanya; di kelas, saat makan, saat mandi, bahkan jadi susah tidur memikirkan maksud tulisan di kertas itu. setiap siang dia menunggu di depan rumah dan berharap blue akan datang, tapi nihil.

6 bulan blue menghilang. karena sering terlihat murung, atsumu jadi sering meledeknya.

“kesian burungnya ilang.”

“masih ada kok.”

“mana?”

“nih.” osamu membuka resleting celana dan sontak hal itu membuat atsumu melemparinya sandal.

“BANGSAT!”


malam itu, bunda dan ayah memaksanya ikut ke galeri seni untuk mengunjungi rekannya yang sedang ikut pameran melukis. osamu sama sekali tidak berminat meski sudah dijanjikan makan sepiring kepiting rebus ketika pulang nanti. tapi setidaknya, atsumu juga ikut.

“ini gambar konsepnya apaan, sam? kok nggak jelas.” tanya atsumu sembari mencondongkan badan ke depan, sok meneliti makna lukisan di hadapannya yang tertempel di dinding.

“abstrak.”

“mana ada?!” sahut atsumu, tidak terima osamu menjawabnya dengan mudah.

“noh di bawah lukisan ada judulnya, bego.” osamu menunjuk di pojokan bawah, tertulis ‘abstrack – by izumi‘.

“oh, iya.” atsumu mengangguk-angguk, tidak merasa berdosa sehabis nyolotin kembarannya.

bunda dan ayah entah ada di mana, tadi terakhir bertemu mereka tengah berbincang dengan seseorang (mungkin temannya, atau salah satu peserta pameran) dan si kembar memutuskan untuk menjauh.

osamu memasukkan tangannya di saku dan berjalan meninggalkan atsumu yang masih sibuk menandang satu per satu lukisan dengan serius.

osamu tidak tertarik dengan semua. dia lebih suka makan atau nonton film di rumah. tapi ada sebuah lukisan di pojok ruangan yang berhasil menarik perhatiannya. bukan lukisan nelayan di laut atau angsa putih di taman.

lukisan itu tidak semencolok lukisan lain—bahkan sangat sederhana dengan hanya fokus pada satu objek dengan background biru langit yang sangat tidak asing bagi osamu.

setangkai bunga kamomil.

osamu seketika mendekat dan kepalanya berdenyut. ketika dia membaca pemilik dari lukisan itu, hatinya mulai berirama lucu dan ada perasaan hangat yang menjalar seperti nostalgia.

free – by blue

“apa kabar, osamu?”

perlahan, osamu berbalik badan dan membeku. di dalam jarak satu meter, osamu tidak ingat pernah bertemu perempuan berambut pendek ini tapi suasana yang sedang dialami seperti pernah terjadi kemarin. dia memakai gaun selutut biru muda dan anting perak kecil berbentuk kenari.

“aku baik.”

jadi dia membalas karena pada saat itu, rasanya seperti itulah satu-satunya jawaban yang benar untuk diberikan.

alam semesta kecil mereka dipenuhi dengan ketidakpastian, tetapi satu hal yang osamu tahu adalah bahwa tidak ada tempat lain yang dia inginkan.

“kamu masih sering bertengkar sama atsumu?”

“iya.” osamu tersenyum tipis. hatinya membuncah tanpa alasan. “apa kabar, blue?”

mungkin, suatu hari nanti akan tiba di mana osamu siap untuk mengetahui hal fantasi apa yang sedang terjadi di hidupnya. tapi yang pasti, saat ini, sosok blue adalah lukisan paling cantik sejauh yang dia amati sejak berada di galeri.

fin.