At 12.00 PM

Written by Sunflowinter @2020

[TREASURE] Haruto& [AESPA] Winter

.

Malam itu, sebenarnya tidak sengaja.

Benar-benar tidak sengaja karena Watanabe Haruto bukan tipe cowok yang mudah dekat dengan perempuan.

“Masuk sini.”

Heran.

Sekarang bahkan sudah tengah malam tapi kenapa perempuan itu masih di ruang latihan dance?

“Senior enggak belajar?” tanya Haruto sambil melangkah masuk perlahan.

“Sudah, tapi bosan di kelas.” Perempuan itu mengambil botol minum di tas kemudian menenggak hingga tinggal seperempat. “Kamu kelas 1, kan? Kenapa belum pulang?”

Haruto mengendikkan bahu. “Saya ada tugas tadi, sekalian mengerjakan di perpustakaan.”

“Rajin betul? Memang harus rajin. Jangan menunggu ujian kelulusan dulu baru mau belajar. Siapa namamu?”

“Haruto.”

“Jepang?”

“Iya. Dari Fukuoka.”

“Ah, Fukuoka. Saudaraku ada yang menikah sama orang Fukuoka, tapi mereka tinggal di Nakasu.”

“Iya, rumah saya dulu juga di sekitar Nakasu.”

“Duduk, Haru. Jangan berdiri. Atau kalau mau, temani aku menari.”

Haruto menggeleng. “Saya nggak bisa menari.”

“Terus apa bakatmu?”

Haruto terdiam. Bakat? Dia tidak tahu bakatnya apa selain membuat Jeongwoo emosi.

“Nggak ada, ya? Sudah kuduga. Mukamu memang tipe-tipe yang bosan hidup.”

Ha?

Perempuan itu tertawa. “Bercanda,” ucapnya. “Aku Kim Minjeong. Kelas 3-5.”

“Winter?”

“Kamu tahu nama panggilanku?” Dia menoleh. “Itu cuma dipakai kalau tampil di festival dance. Selebihnya panggil Minjeong saja.”

“Iya, Senior.”

Perempuan bernama Minjeong itu menghampiri Haruto sambil memicing dari atas sampai bawah. “Badanmu menjulang sekali. Dan bagaimana kamu tahu nama panggilanku Winter? Apa diam-diam kamu sering lihat aku tampil?”

Haruto menunduk supaya bisa mengamati wajah Minjeong. Mungkin Haruto terlalu jauh berpikir atau ini hanya dugaan sesaat, tapi aroma Minjeong mengingatkannya pada soju yang sering dibeli ayah.

Tapi nggak mungkin! Nggak boleh solimi.

“Ya sudah, lupakan. Sekarang kamu duduk di situ dan lihat aku menari. Oh ya, kamu boleh makan jajanku. Aku beli banyak tadi.”

Haruto mengangguk, lalu duduk bersandar di tembok yang bagaikan cermin raksasa yang sering dilihatnya di televisi, bersebelahan dengan bungkusan jajanan ringan yang tergeletak sembarangan. Dia mengamati Minjeong. Roknya diganti celana training merah muda, sedangkan atasannya tetap memakai seragam. Rambut panjangnya dikuncir kuda. Tangannya yang lentik berayun di udara. Kakinya yang kurus melangkah kecil-kecil. Minjeong seperti professional, dia tidak terlihat terpatok pada peraturan, melainkan dia menciptakan tariannya sendiri.

Alunan lagu yang temponya tidak terlalu cepat membuat Minjeong semakin mudah menyesuaikan gerakan, seakan semua sudah dipahami di luar kepala. Di sela-sela itu, Minjeong sempat menjelaskan kalau hal ini bisa melatih agar tidak selalu bergantung pada acuan eksternal baik dalam sesi latihan koreografi maupun penampilan di atas panggung.

Haruto iya-iya saja meskipun tidak paham.

Sebenarnya ini waktunya pulang, tapi apa salahnya dia menghabiskan waktu di sini sebentar sekalian istirahat setelah hampir frustrasi mengerjakan tugas matematika 50 soal? Dan lumayan juga ada makanan gratis.

“Saya sebenarnya sering melihat senior di sini.”

Dan beberapa kali papasan di koridor, tapi nggak berani nyapa.

“Iya, aku suka di sini. Lebih tenang dan nyaman. Aku jarang pulang.”

“Jadi, menginap?”

“Nggak. Aku ke rumah nenek.”

Haruto tidak punya banyak pengalaman akrab dengan perempuan, apalagi senior di sekolah. Tapi kalau hanya diam, kan, sungkan apalagi dia sudah ditawari jajan.

“Sejak kapan senior suka menari?”

Minjeong, yang saat itu melakukan gerakan refrain, menoleh. “Sejak kecil. Kenapa? Kamu ingin belajar menari juga?”

“Nggak. Saya nggak suka menari.”

Minjeong mengelap keringat, kemudian duduk di sebelah Haruto. “Kamu belum tahu, ya, manfaat menari untuk kesehatan?”

Haruto menggeleng.

“Berdasarkan hasil studi di Inggris, menari bisa mempertajam daya ingat dan mencegah perkembangan penyakit yang berkaitan sama otak, seperti demensia. Terus juga terbukti bisa mengurangi stress.”

Haruto manggut-manggut sambil mencomot jajan.

“Aku suka menarikan lagunya Seventeen karena aku fans berat mereka. Selain itu, menurutku, tarian idola nggak sesusah menghafal dari kompetisi dance. Sambil mengembangkan kemampuan, aku biasanya belajar tarian yang lebih sulit dan menonjol seperti yang ada di lagu-lagunya TXT dan ATEEZ.”

Haruto kembali manggut-manggut. Dan kali ini jajannya habis.

Haruto jadi merasa bersalah.

“Aku bisa beli lagi nanti. Jangan khawatir.” Minjeong malah menyodorkan jajan lain yang ada dalam ranselnya. “Ini dibelikan temanku, sih, tapi nggak apa-apa, habiskan sekalian.”

Aku kira dia pendiem, batin Haruto.

“Hampir nggak ada yang mau menemaniku di sini. Teman dekatku, Yiren, bahkan lebih mencintai buku melebihi dirinya sendiri. Makanya aku senang sekali meskipun itu kamu, Haruto, orang asli Jepang yang baru kukenal barusan, mau meluangkan waktu untukku.” Minjeong tersenyum simpul. “Aku ingin ada seseorang di sisiku sebentar. Meskipun kamu muak, tapi jangan bilang apa-apa. Kamu cuma perlu duduk di sini dan mendengarkanku. Itu sudah lebih dari cukup.”

Haruto semakin tidak paham harus bersikap bagaimana karena suasana hati Minjeong mudah berubah. Padahal barusan tersenyum cerah, tapi sekarang murung dan… menangis?

“Senior, kamu nggak apa-apa?”

“Iya, seenggaknya harus selalu nggak apa-apa biar nggak merepotkan orang lain.” Haruto ingin mengusap air mata perempuan itu, tapi karena terlalu malu, akhirnya Minjeong keburu menghapus air matanya sendiri. “Satu-satunya hal yang buat aku percaya diri adalah menari. Cuma di situ aku merasa sangat dihargai.”

Haruto kedip-kedip.

“Orang tuaku meninggal saat aku kelas 1 SMP. Aku diasuh paman dan bibi, tapi lama-lama mereka jadi sibuk sendiri. Mereka sepertinya membeciku dan menganggapku beban. Memang lebih bagus aku di sini daripada di rumah.”

Ah, Haruto mulai paham.

“Mungkin ini sebabnya aku nggak suka nonton drama remaja, karena hidupku nggak jauh berbeda sama alurnya,” kata Minjeong sambil meneguk habis sisa minumannya.

“Itu apa?”

“Soju.”

Haruto sedikit mendelik. “Kamu nggak takut ketahuan?”

“Sudah hampir 6 bulan dan aman. Aku, kan, memasukannya ke botol yang nggak terlalu transparan, jadi mereka menganggap ini air biasa. Lagi pula aku meminumnya cuma di jam-jam segini dan kadar alkoholnya rendah. Aku nggak pernah mabuk berat sampai pingsan seperti di film-film itu.”

“Siapa saja yang tahu?”

“Baru kamu. Kenapa? Mau cepu ke kepala sekolah?”

“Bukan begitu. Maksud saya, sebaiknya kamu hati-hati. Kamu sudah kelas 3.”

Minjeong tertawa, kesedihan itu lenyap, membuat Haruto tertegun lagi. “Terima kasih sudah khawatir, tapi aku bisa jaga diri.”

Sekarang segalanya terasa lebih rileks. Begitu pun Haruto. Dia hanya kaget sejenak tadi karena dugaannya benar; bahwa Minjeong mabuk. Pantas saja bicaranya seperti meracau dan blak-blakkan, karena Kim Minjeong yang diketahuinya selama ini adalah tidak banyak bicara.

Apa besok dan seterusnya mereka masih bisa berbicang akrab? Sedikit ada kecemasan karena siapa tahu Minjeong begini hanya karena efek soju, dan ketika sudah sadar dia akan kembali menjadi pendiam yang membuat Haruto canggung mendekatinya.

Omong-omong, Haruto pernah 3 kali menonton penampilan Minjeong karena kebetulan sahabatnya, Jeongwoo, juga salah satu anggota ekstrakurikuler tari di sekolah.

Di antara peserta klub tari yang lain, Minjeong memang paling misterius, tapi Haruto tidak bisa menyangkal fakta kalau perempuan itu sangat cantik. Kulitnya tidak terlalu pucat dan pipinya sedikit tembam. Kekaguman itu terasa lebih nyata karena kini Haruto bisa benar-benar mengamati visual Kim Minjeong lantaran duduk mereka berdekatan.

Beberapa detik kemudian, Haruto mengeluarkan susu kalengan dari tas, lalu menyodorkannya pada Minjeong.

Gadis itu menggeleng. “Nggak. Besok pagi aku pasti muntah kalau sehabis mabuk minum susu.”

“Tapi kamu nggak mungkin pulang dalam keadaan begini.”

“Ini, kan, soju biasa. Efeknya cuma membuat rileks dan percaya diri.”

“Lalu bagaimana bisa kamu dibolehi membeli itu di supermarket?”

“Hehe, aku mencurinya dari kulkas di rumah. Pamanku punya banyak simpanan.”

Haruto menghela napas panjang, lalu menaruh minuman itu di pangkuan Minjeong. “Pokoknya harus diminum,” ucapnya sambil buang muka.

“Haru, kamu punya pacar?”

Cowok berambut pekat itu langsung menoleh, sampai-sampai Minjeong takut leher itu akan patah. “Kenapa?”

Apa maksud Minjeong bertanya begitu? Apakah dia terbawa perasaan? Tapi masa gadis seperti Minjeong luluh hanya karena diberi sebotol susu murah? Tidak! Haruto tidak mau memberi harapan palsu. Lagi pula mereka masih baru kenal. Cinta-cintaan masih jauh! Haruto masih kelas satu!

“Saya nggak mau pacaran dulu. Maaf.”

“Kenapa minta maaf?” Minjeong terkekeh. “Aku cuma tanya. Apa itu membuatmu terganggu?”

Haruto menelan ludah. Ia grogi tapi berusaha disembunyikan. “Pacaran itu nggak gampang. Saya juga nggak punya banyak waktu buat begituan.”

“Nggak punya banyak waktu atau kamu belum dapat cewek yang sesuai tipe ideal?”

“Saya nggak punya tipe ideal.”

“Apa kamu bakal begini sampai lulus? Apa gunanya masa SMA tanpa pacaran? Setidaknya, cobalah satu kali.”

“Kamu sendiri sudah punya pacar?”

“Untuk saat ini, belum. Tapi aku pernah pacaran saat kelas dua, dan putus 8 bulan kemudian.”

“Kenapa?”

“Karena aku ternyata lebih cocok menari daripada melakukan hal lain.”

“Sudah tahu nggak seru, tapi kenapa malah menyuruh saya pacaran?”

“Siapa bilang pacaran nggak seru? Maksudnya, kami putus karena aku lebih fokus sama menari hingga pacarku—maksudnya, mantanku—merasa kesepian dan akhirnya minta putus. Padahal dia sangat baik. Kalau sudah punya pacar lagi, aku janji akan selalu ada untuknya.”

“Memangnya tipemu seperti apa?”

“Aku suka cowok yang tinggi dan sopan. Sedikit pemalu nggak masalah, yang penting jangan terlalu pemalu.”

Haruto memicing. Kenapa kriteria itu merujuk pada dirinya? Dia tinggi karena terakhir dicek 181cm. Sopan? Ya! Dia juga sopan, tentu saja. Buktinya dia mau jadi pendengar Minjeong meskipun detik-detik awal tadi terasa aneh dan canggung. Lalu, sedikit pemalu? Benar! Haruto agak pemalu, tapi dia juga punya sisi percaya diri.

Apa Minjeong memberinya kode keras?

“Haru, bagaimana tipemu?”

Haruto mendecak. Kenapa dia memaksa, sih? Apa dia mau berubah menjadi cewek sesuai tipe idealnya? Tapi, kan, Haruto tidak siap!

“Sudahlah, minum susu sana,” alih Haruto dengan pipi merona. Sekarang dia jadi semakin yakin kalau dia memang ganteng.

Berbanding terbalik, Minjeong yang tidak memahami gejolak hati Haruto malah mengamati minuman itu, kemudian membukanya tanpa ragu. Baiklah. Dia akan menurut. Lagi pula susu ini kelihatan segar dan kemasannya imut. Diteguknya dua kali, kemudian ditutup lagi, dan ternyata rasanya tidak begitu buruk.

Hingga akhirnya, hanya terdengar suara musik sendu di ruangan itu selama hampir 15 menit. Minjeong mulai merasakan kepalanya pening karena mengantuk.

“Sekarang sudah jam 12. Kamu nggak pulang, Haru?”

“Senior bagaimana?”

Minjeong mendecak. “Sudah kubilang aku jarang pulang.”

“Kan, bisa pulang ke rumah nenek.”

“Oh, iya, mungkin habis ini. Sekitar jam 1.”

“Kalau begitu saya juga akan di sini sampai jam 1.”

“Jangan gila. Kamu masih junior, nggak ada alasan buatmu di sekolah sampai jam segitu. Sana pulang.”

Haruto menggeleng kekeuh. “Nggak.”

“Kenapa?”

“Suka-suka saya.”

Minjeong menjitak puncak kepala Haruto dengan botol. “Bagaimana kalau ada petugas sekolah yang curiga?”

“Saya tinggal bilang lagi menemani pacar.”

Pacar?”

Haruto tersenyum simpul; pasti Minjeong senang aku bilang begitu.

Kemudian dia sok menghela napas berat. “Maksud saya, kamu tadi bilang ingin ada seseorang yang mau berada di sisimu, dan saya bersedia. Setidaknya sampai kamu sadar dari mabuk.”

“Kenapa kamu mau melakukan itu?”

Ah, sial. Aku nggak bermaksud kasih harapan berlebih. Gimana kalau dia makin baper sama aku?

“Karena kamu senior saya. Senior yang selama ini dikenal baik dan pintar. Apa jadinya saat nanti kamu ketahuan mabuk, dan nggak ada saya di sini? Saya nggak bisa membelamu kalau kamu kenapa-napa.”

Minjeong menatap Haruto skeptis. “Apa-apaan, sih? Geli, tauk. Lagi pula, aku sudah sadar.”

“Ha?”

“Daritadi aku sudah sadar. Kan, aku bilang kalau aku nggak mabuk berat.” Gadis itu mendecih. “Aku memang nggak pandai bergaul tapi bukan berarti aku sependiam yang kamu kira. Aku suka ngobrol dan bercanda, meskipun nggak seseru kebanyakan orang.”

Lalu Minjeong berdiri dan menyelempangkan ransel di pundak kiri. Sebelum melangkah keluar ruangan, dia mengambil parfum kecil dari saku lalu menyemprotkannya di sekujur leher supaya bau soju tidak menyeruak. “Ayo pulang. Rumahmu di mana? Kalau di Apgujeong sekalian saja naik bis berdua, aku yang bayar.”

Haruto memunguti sampah bekas jajanan yang dia habiskan, kemudian dibuang ke tempat sampah. Setelah itu mendekati Minjeong. “Tapi, apa nggak apa-apa kalau saya jalan bareng kamu?”

“Kenapa memangnya?”

Ya takutnya nanti kamu makin ambyar?!

“Kamu sebentar lagi ujian, bukankah ini masih terlalu dini buat pulang? Nanti dikira kamu nggak belajar. Apalagi kamu jalan bareng saya, nanti pasti banyak yang salah sangka. Saya lebih khawatir kamu akan dicap jelek.”

“Lho, bukannya tadi kamu mau membelaku dengan bilang lagi ‘menemani pacar’?”

“Iya, tapi penilaian guru nanti pasti bakal tetap mempengaruhi nilai karaktermu—astaga, kenapa jadi ribet begini….”

Minjeong mengendikkan bahu, acuh. “Guru-guru pasti sibuk sama murid lain. Nilai ujian juga nggak pernah membuatku terobsesi asalkan bisa lulus. Dan lagi, aku nggak peduli apa kata orang. Mau aku jalan bareng Haruto kek, siapa kek, ya suka-suka aku.”

Aduh.

Aduh, kok, Haruto jadi dag-dig-dug….

“Senior?”

“Ya?”

“Besok saya boleh menemani kamu di sini?”

“Kenapa?”

“Saya ingin belajar menari.”

“Itu saja?”

“Dan biar kamu nggak sendirian juga. Bagaimana?”

“….”

“….?”

“Boleh! Sangat boleh!”

Jadi, Watanabe Haruto, apakah sekarang kamu sudah tahu bagaimana tipe idealmu?

[fin]

Jadi ini adalah shipper paling crack yg pernah kubuat hiks dikarenakan aku bingung mau pasangin dedek ruto sama siapa. btw yg belum tau Haruto, dia kelahiran 2004 tapi berasa oppa banget >.<

yg blum tau Haruto Watanabe 👇

ini winter kim a.k.a kak minjeong yg hobi tiktokan

ayo stan aespa & treasure ❤