[Vignette] Shine on You

PicsArt_08-10-07.37.21

Shine on You

 

Written by Seasideprelude @2020

[ATEEZ] Kim Hongjoong & OC Aliyah

Romance, Fantasy  || PG || Oneshot

.

Kim Hongjoong adalah malaikat yang sayapnya patah, sedangkan Aliyah adalah sesosok asing yang rela sayapnya dipatahkan.

.

Seoul, Juli 2019

 

Nevar.com

 

11 Juli 2019 – KIM HONGJOONG, SOLOIS YANG SEDANG NAIK DAUN, DITETAPKAN JADI TERSANGKA KASUS NARKOBA. INILAH KRONOLOGINYA… read more

 

  see all comment :

Dong_Ah09 : GILA, SOLOIS SEBELUMNYA JUGA ADA YANG PAKAI NARKOBA KAN?

Piriwpom_j : AGENSI MACAM APA INI? KENAPA BANYAK ARTISNYA YANG TERKENA KASUS DALAM WAKTU DEKAT?

Jaehun12 : KURASA SEBELUM ITU DIA SUDAH JADI PEMAKAI

Nanairrrr : TOLONG MENGERTILAH, KIM HONGJOONG TIDAK MUNGKIN SEPERTI ITU. DIA PASTI DEPRESI KARENA KABAR ORANG TUANYA KEMARIN. TOLONG JANGAN MENGHUJAT DIA T_T

Yoon_y00n : LUAR BIASA! PADAHAL BULAN LALU DIA BARU SAJA DAPAT PENGHARGAAN

 

 

“Hongjoong kemungkinan masih tertekan karena kematian keluarganya, juga hujatan-hujatan tidak masuk akal yang ia terima. Tugasmu adalah harus berada di sisinya, apa pun yang terjadi. Dan pastikan tidak ada Dewa Hitam yang mendekatinya, karena semakin Hongjoong ingin mati, semakin banyak pula Dewa Hitam yang berebut mengambil nyawanya.”

“Kau harus menjadikan seniormu, Arwena, sebagai pembelajaran. Aku terpaksa memotong sayapnya karena dia lebih memilih manusia pemilik kedai kopi itu. Arwena melupakan tugasnya, dan menumbuhkan nafsu dalam hatinya.”

“Ingatlah, setiap kali kau memendam keinginan dan perasaan manusiawi, maka kekuatanmu semakin melemah.”

 

Kehadiranku memiliki berbagai batas.

Lantas kenapa Ketua memberiku sebuah hati?

Busan, Januari 2020

 

Awal tahun yang buruk. Kim Hongjoong sama sekali tidak merasa membaik meskipun sudah selesai menjalani rehabilitasi. Benar kata salah satu pasien seniornya di situ, ‘tempat ini hanya jalan untuk menjauhkan kita dari narkoba, dan tidak bersifat menyembuhkan’. Lagi pula apa yang perlu dibanggakan setelah ini? Kim Hongjoong sudah kehilangan segalanya.

Dan sekarang kepalanya semakin pusing ketika ada sesosok asing berpakaian aneh (topi pantai, syal merah, mantel bulu selutut, dan sepatu boot merah muda) berdiri di depan pintu. Hongjoong ingat dia sedang tidak memesan delivery, atau daerah sini sudah mulai banyak orang gila?

“Namaku Aliyah. Mulai sekarang, aku akan menjadi penjagamu dan berjanji akan selalu ada di sisimu, Kim Hongjoong.”

Lelaki itu menutup pintu dengan acuh dan menganggap dirinya berhalusinasi. Tapi perempuan tidak masuk akal itu terus mengetuk pintunya. Bagaimana kalau rusak? Hongjoong tidak punya cukup uang untuk memanggil tukang perbaikan.

“Aku akan selalu menghiburmu. Buka pintunya! Aku berjanji tidak akan menyakitimu seperti orang lain! Kim Hongjoong, kamu mendengarku, kan?”

Tetap tidak ada sahutan dari dalam.

Aliyah akhirnya terduduk di depan pintu tua itu sampai hampir tengah malam.

[…][…][…]

“Kenapa masih di sini?”

“Aku akan selalu menghiburmu, Kim Hongjoong, aku janji, aku akan tetap—“

“Ayo masuk.”

[…][…][…]

Februari 2020

 

Orang bilang, pertemuan pertama yang sederhana bisa membuat cerita selanjutnya menjadi luar biasa.

 

Ketua, Kim Hongjoong sangat baik.

Hampir sebulan aku bersamanya. Berawal dari dia yang memperbolehkanku masuk ke rumahnya yang sempit dan kotor. Dia memberi ramen setelah aku merengek lapar, padahal saat itu aku tahu dia tidak punya simpanan ramen lagi untuk makan malam. Dia selalu mengataiku rakus, tapi tidak pernah lupa membuatkanku makanan setiap hari.

Dia sempat mengusirku ketika aku mengaku bukan manusia. Tapi besoknya dia mencariku sampai napasnya terbata-bata, padahal aku hanya berdiam di belakang rumahnya yang tidak pernah dijamah. Dan tempat yang gersang itu, sekarang sudah kuubah menjadi kebun mentimun.

Dia bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran di Seoul. Tugasku adalah menunggunya pulang sambil mengamati kegiatannya lewat cermin besar yang sudah kuberi mantra supaya bisa melihat ke tempat di mana pun Hongjoong berada. Kalau terjadi apa-apa, aku akan mengirim kekuatanku ke sana supaya dia tidak terluka. Seperti saat tangannya sobek karena tidak sengaja tergores pecahan piring kaca, aku merapal mantra dan membuat luka itu sembuh dalam sekejap. Hongjoong tampak kaget, tapi lambat laun dia sudah terbiasa dengan kekuatanku.

Sekarang aku paham kenapa Ketua memberiku hati, supaya aku bisa mengerti apa yang Kim Hongjoong rasakan. Aku mengambil sebagian memori kelam saat orang tuanya meninggal, dan aku menangis berjam-jam karena tidak sanggup menahan sakitnya. Setiap pulang kerja wajahnya pucat dan aku selalu memeluknya karena kupikir hanya itu yang dia butuhkan.

Hongjoong tidak pernah menangis di depanku, Ketua, tapi aku hampir selalu melihatnya meringkuk menahan berbagai luapan emosi sebelum tidur. Dia selalu merasa menyesal, tapi di lain sisi, dia tidak tahu harus berbuat apa untuk memperbaiki keadaan. Saat itu, banyak Dewa Hitam yang mendekatinya. Aku hanya terus menyerap kepingan emosi negatif yang selalu menggerogoti pikiran Hongjoong supaya para Dewa itu menjauh, aku rela, meskipun berbalik menjadi hatiku yang perih sebagai konsekuensinya.

Aku perlu banyak waktu karena Hongjoong belum sembuh, Ketua. Luka di hatinya masih meranggas begitu banyak.

 

“Aliyah, sebenarnya apa tujuanmu di sini? Karena aku sudah percaya kamu bukan manusia, ini jadi terasa aneh,” kata Hongjoong ketika kami sedang duduk bersampingan memandang kebun mentimun di belakang rumah pada hari Minggu pagi. “Jangan-jangan kamu malaikat maut yang mau mencabut nyawaku?”

Justru aku adalah malaikat pelindung supaya Dewa Hitam tidak membawamu pergi.

“Kim Hongjoong, namaku adalah Aliyah yang berarti sinar fajar.” Aku tersenyum, menatap matanya yang sedalam jelaga. “Kamu sudah paham sekarang?”

“Kamu cuma menjelaskannya dalam dua kata, bagaimana aku bisa paham?”

Ada beberapa detik mata kami bertemu. Dalam waktu yang sedemikian singkat, aku merasakan banyak. Aku merasa ada ledakan besar yang terjadi dalam hidupku. Aku merasa telah memasuki sebuah zaman baru yang belum sempat kuberi judul, tapi aku merasakannya. Sebuah perasaan halus serupa bisikan dandelion dalam mimpi, tapi aku mendengarnya. Jelas.

“Namaku, bermakna sebanding dengan apa yang kamu rasakan saat pertama kali mengenal musik.” Aku mengelus surai cokelatnya sekaligus memberikan pemahaman melalui sedikit telepati yang kukirim ke otaknya. Napasku menyesak, lambat laun mengeluarkan kekuatan jadi terasa berat.

“Cahaya….” Hongjoong bergumam lirih. “Kamu, adalah cahaya. Seperti waktu setelah gelap… seperti saat aku menyanyi pertama kali….”

Hongjoong tidak menyambung kalimatnya, tapi malah menggenggam tangan kananku. Ini adalah titik buta—menjadi tak mampu untuk menemukan bentuk penjelasan dalam bahasa apa pun seolah otakku terbakar menjadi abu.

Dan kini, keheningan seakan memiliki jantung. Denyutnya terasa satu-satu, membawa apa yang tak terucap. Sejenak berayun di udara, lalu bagaikan gelombang air bisikan itu mengalir, sampai akhirnya berlabuh di hati.

“Hongjoong, aku ingin melihat kamu ‘hidup’ lagi. Kembalilah ke duniamu. Memang tidak mudah melakukannya lagi dari awal, tapi aku yakin, kamu pasti bisa.”

“Apa kamu akan selalu menemaniku?” Hongjoong menunduk sejenak, aku bisa merasakan jantungnya bergemuruh kencang. Lalu, dia memandangku lagi dengan intens namun penuh permohonan. “Sebenarnya, masih ada banyak hal yang ingin kulakukan bareng kamu, Aliyah, termasuk mengunjungi makam keluargaku. Mungkin ini terdengar berlebihan, tapi kamu memang membuat hatiku menghangat. Kupikir semua hanya bermimpi. Tapi saat bangun tidur, kamu ternyata tetap ada di sampingku. Itu… itu sangat melegakan.”

Sayapku memanas hingga punggungku seperti dihunus pedang. Aku memejamkan mata, menahan kefanaan yang tanpa ampun menggerogotiku seperti merkuri, tepat di saat aku merasakan sesuatu membelah dalam diriku, merobek sebagian jiwaku dengan kejam.

Ketua, maafkan aku….

“Aliyah!”

Tubuhku tumbang, menyerah dalam kegelapan yang menyeret paksa bagaikan Bumi di bawah kakinya yang seolah memekar tanpa tepi, mengacaukan semua peta, semua yang kulalui, dan aku menjadi sangat kecil.

Sayapku patah. Meletup-letup bagai kristal yang dileburkan angin, sebelum akhirnya hancur menjadi dedebuan halus yang menghiasi langit. Dalam penglihatan Dewiku yang terakhir, Ketua dan teman-teman nampak indah seakan tanpa cela. Aku tersenyum pada mereka karena sama sekali tidak menyesali keputusanku.

 

Aku akan menjadi cahaya untuknya.

Aku juga akan menjadi bulan yang menemaninya saat gelap.

Karena biar bagaimana pun dia, istimewa saja tidaklah cukup. Sementara aku tak menemukan kata lagi untuk menjabarkan bagaimana kehadirannya untukku. Bahwa memeluknya secara nyata adalah batasan paling akhir yang harus kuterima dengan sepenuh hati.

Untuk dia, jarak dimensi ini ingin kulipat, agar aku bisa menjelaskan padanya segala rasa tentang seluruh rinduku dalam satu dekapan hangat.

Aku tidak apa-apa, karena mencintai dia sesederhana hujan membasahi Bumi.

Dan sejak itulah, jika aku harus berurusan dengan Kim Hongjoong lagi, lebih lama dari cahaya fajar menuju senja, penuh liku jatuh-bangun seperti pengorbanan manusia kepada sesosok yang dicinta, kurasa, hati ini akan selalu rela.

[fin]

Cieee ganti uname cieeee. Anw happy debut buat kak Aliyah >.< semoga betah nge-job di lapak saya ❤